aku dan kamu adalah energi,...segala sesuatu dalam semesta ini adalah energi,...dan energi itu terhubung satu sama lain,...

29 Juli 2008

Riwayatku


Cowok bertubuh kerempeng dan bergigi tonggos layaknya Freddy Mercuri ini dulunya numpang lahir di kota semrawut Jakarta, sebuah kota yang gak bakalan ingin ditinggalinya lagi, karena kapok sering terjebak macet saat kebelet pipis di jalan.

Tepat di penghujung awal bulan Nopember si jabang bayi yang dikemudian hari diberi nama keren Ignatius Wicaksono Suryo Putro yang kemudian oleh teman-temannya dengan tega dipanggil peyek hadir ke dunia untuk sekedar mampir ngombe, mangan, turu, karo ngising. Untuk selanjutnya, dimulai dari saat remaja hingga saat ini, lagu November Rain yang syahdu & melankolis dari grup band Guns N Roses selalu mengudara dari radio-radio sebagai soundtrack abadi dalam menyambut hari ulang tahunnya di bulan Nopember.

Lahir dari keluarga besar yang terdiri dari satu bapak, satu ibu, empat kakak perempuan dan satu kakak laki-laki, maka sebenarnya kelahiran si bontot ini tidaklah begitu diharapkan, bahkan sang bunda sempat merasa malu pada tetangga sekitar, karena masih mengandung si peyek di saat usianya sudah tidak muda lagi. Tapi rupanya takdir berkata lain, mungkin karena kebobolan, dan juga sudah menjadi kehendak Ilahi, maka kehadiran si peyek ke dunia tak ada yang mampu menghalangi.

Masa kecil si peyek di Jakarta dijalaninya dengan biasa-biasa saja, tidak ada peristiwa yang perlu diceritakan selain sering mengompol di sekolah sewaktu TK sampai dengan kelas 3 SD. Di masa ini peyek bersekolah di TK & SD Santo Markus Cililitan, namun hanya sampai kelas 4 SD saja si peyek bersekolah di sana, setelah itu bersama kedua orang tuanya pindah ke tempat yang sunyi di kaki bukit menoreh, yaitu Borobudur.

Dalam suasana pedesaan yang hening di salah satu dusun kecil di daerah Borobudur, si peyek tumbuh berkembang menjadi remaja yang pendiam dan pemalu. Masa belajar dihabiskan dengan bersekolah di SD & SMP Kanisius yang sederhana. Menanam kacang, mendangir & memanen adalah salah satu hal yang luar biasa yang ditemui si peyek di sekolah ini. Boker dan mandi di sungai sehabis pulang sekolah, ngirik ikan di saluran irigasi, mencari buah ketapang di pelataran candi Borobudur adalah hal biasa yang dilalui dalam keseharian di masa itu, tetapi itu semua dilakukan tanpa sepengetahuan orang tua, karena orang tua si peyek termasuk dalam kategori orang yang rada over protektif, yang isinya serba khawatir.

Karena terdorong sikap ingin lepas dari sifat mbok-mboken sebagai resiko anak bontot, si peyek melanjutkan sekolah berasrama di kota kecil Muntilan. Hal ini sekaligus meneruskan tradisi keluarga, sebab dari kakek, nenek, ayah, budhe, om dan tante semuanya pernah mengalami rasanya sekolah berasrama yang katanya seram, keras, penuh hukuman dan makanannya selalu nggak enak. (bersambung...)

0 komentar: