aku dan kamu adalah energi,...segala sesuatu dalam semesta ini adalah energi,...dan energi itu terhubung satu sama lain,...

17 Agustus 2008

Hal memberi

Anak-anakku,
Jangan sia-siakan masa mudamu,
Hidup ini sangat singkat,
Gunakan semua daya dan upayamu untuk membantu orang lain mencapai impiannya.
Walau setitik, ilmu yang bermanfaat adalah zariah. “Siapa memberi dia menerima, siapa menabur dia menuai.” Hukum ini berlaku “sekarang” dan “nanti”.
Di dalam kepalamu dan di luar dirimu ada kekuatan yang maha dahsyat yang bersumber dari Ilahi. Berikhtiarlah dan mohon kepadaNya.
Semoga engkau mampu meraih impianmu melalui kekuatan pikiranmu dengan tuntunan Sang Khalik yang menciptakan jagat raya dengan segala ketiada terbatasanNya.

Ayahmu

Begitulah bunyi lengkap hadiah berupa puisi (eh, puisi bukan yach?) dari seorang Bambang Prakusa kepada kelima anaknya, puisi sebagai halaman pembuka dari bukunya yang saat ini sedang aku baca setelah aku beli hari Minggu kemaren sebagai hadiah perayaan kemerdekaan buat diriku sendiri.

Ngerenungin kalimat “siapa memberi dia menerima”, yang ada dalam penggalan puisi tersebut sebenernya susah juga, memberi = menerima kalo dipikir gak bakal deh ketemu logikanya. Maka aku akan setuju kalo ada pendapat yang mengatakan bahwa logika itu pada hakekatnya gak ada, karena apa yang disebut logika sebenernya hanya sebuah pembenaran, aku masih inget waktu aku baca buku-buku saat sma dulu tentang masa kelam gereja katolik di abad pertengahan, yang berperan sebagai lembaga yang ingin memonopoli logika berpikir manusia, sampe-sampe para ilmuwan waktu itu harus banyak yang sampe mati dibunuhin gara-gara memiliki logika berpikir yang berbeda dengan para pejabat hirarki gereja. Ini bukti kalo sebenernya gak ada seorangpun yang sepenuhnya setuju dengan logika orang lain, meskipun tampaknya logika itu paling benar, atau berasal dari otoritas yang dianggap memiliki "hak" untuk menyatakan suatu kebenaran.

Tapi untung deh, kita ini hidup di dunia yang gak melulu harus menggunakan logika untuk menangkap & menanggapi suatu hal atau peristiwa. Tetapi kita hidup di dunia yang selalu mencerminkan hukum-hukum kebenaran, salah satunya ya itu tadi memberi = menerima, nah loh.

Kata bu Catrin, guru fisika sma ku dulu, bahwa energi itu bersifat kekal & berjumlah tetap, nah kalo emang betul begitu maka menurutku saat kita “memberi” energi yang keluar dari diri kita akan diseimbangkan oleh alam untuk dikembalikan lagi kepada diri kita, jadi ketika kita memberi kepada orang lain pada hakikatnya kita sedang bersedekah kepada diri kita sendiri. Dan karena setiap niat sedekah yang ikhlas berdaya energi yang dahsyat maka seperti banyak kisah ajaib tentang the power of giving, ketika kita memberi dengan ikhlas maka justru kitalah yang akan menerima kembali, banyak memberi = banyak menerima.

Dan luar biasanya, karena ini adalah hukum alam, kita gak harus percaya akan hal ini. Seperti kita gak perlu percaya akan adanya hukum gravitasi, lepaskan saja sesuatu dari genggaman maka ia akan terjun ke bawah menghantam bumi, toh hukum ini tetap berlaku terlepas dari apakah kita mau percaya atau tidak. Seperti itu pulalah hukum “memberi = menerima” : lakukan saja pemberian atau keluarkan saja sedekah dengan penuh syukur tanpa merasa ada milik kita yang berkurang, dan saksikanlah kemudian apa yang terjadi dengan hidup kita.

Wassalam

Gambar diambil dari sini

0 komentar: